Pengolahan Limbah Medis Padat Rumah Sakit Menggunakan Insinerator
Oleh:
Ketut Iwan Darmawan
Fasilitas pelayanan
kesehatan yang salah satunya adalah rumah sakit memiliki kewajiban untuk
menjaga lingkungan disekitar rumah sakit agar tidak mengalami pencercemaran.
Rumah sakit seyogyanya mampu mengelola limbahnya baik dalam bentuk padat, cair,
pasta maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme patogen bersifat
infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif. Limbah tersebut
adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (Limbah B3) yang dapat memengaruhi
kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak
dikelola dengan baik.
Salah satu cara pengelolaan
limbah B3 rumah sakit (limbah medis padat) yaitu dengan membakar pada insinerator.
Insinerator merupakan alat pemusnah sampah dengan cara pembakaran pada suhu
tinggi (8000 – 1.0000C). Secara sistematis pengolahan
tersebut baik bagi lingkungan, tetapi dalam penerapannya memerlukan pemenuhan
persyaratan baik secara administrasi (perizinan) dan teknik sehingga tidak mengganggu
lingkungan sekitar (sosial kemasyarakatan).
Kebijakan untuk
mengolah limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3 di Indonesia diatur dalam
beberapa peraturan pemerintah dimana peraturan yang satu dengan yang lainnya saling
melengkapi seperti berikut :
1. Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 tentang Tata Cara
dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
3.
Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Sarana insinerator sebagai
sarana pengelolaan limbah B3 dari kegiatan rumah sakit, melakukan pengelolaan
dan pemantauan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari operasional insinerator
yang tertuang dalam dokumen lingkungan kegiatan rumah sakit.
Kegiatan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit merupakan kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan dokumen lingkungan berupa UKL-UPL yang telah memenuhi
kesesuaian tata ruang, dan dilengkapi dengan persetujuan teknis yang meliputi
pemenuhan baku mutu limbah cair, baku mutu emisi, analisis dampak lalu lintas
dan rincian teknis pengelolaan limbah B3. Limbah B3 yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit wajib melakukan penyimpanan Limbah B3 dan dapat melakukan
pengolahan limbah B3 dengan menggunakan insinerator.
Sehingga jika
dilihat dari persyaratan administrasi maupun teknis, maka fasilitas insinerator
pada rumah sakit harus memenuhi, yaitu:
1.
Kesesuaian tata
ruang/lokasi
Secara umum bahwa setiap usaha/kegiatan memanfaatkan
ruang sesuai ketentuan yang tercantum dalam rencana tata ruang wilayah atau
rencana detil tata ruang. Untuk kegiatan insinerator selain memenuhi ketentuan
tersebut, juga wajib memenuhi kesesuaian lokasi, yaitu :
a.
daerah bebas banjir
b.
memiliki jarak
aman, paling dekat
-
150 meter dari
jalan utama;
-
300 meter dari
daerah pemukiman, perdagangan, hotel, restoran, fasilitas keagamaan, fasilitas
pendidikan dan fasilitas sosial;
-
300 meter dari garis
pasang naik laut, sungai, danau, dan mata air
-
300 meter dari
kawasan lindung
2.
Dokumen lingkungan
Seperti yang disampaikan sebelumnya, kegiatan insinerator merupakan kegiatan penunjang atas kegiatan utama , yaitu kegiatan rumah sakit, sehingga dokumen lingkungannya merupakan dokumen lingkungan kegiatan rumah sakit yakni UKL-UPL yang didalamnya wajib memuat kegiatan insinerator. Kewenangan penerbitan persetujuan lingkungan kegiatan rumah sakit merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
3.
Rincian teknis penyimpanan
limbah B3
Penghasil limbah B3 wajib melakukan penyimpanan limbah B3 seperti yang disebutkan pada PP 22 Tahun 2021 pasal 285 ayat (1). Oleh karenanya rumah sakit harus menyediakan fasiltas penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan. Penyimpanan limbah B3 berupa rincian teknis yang memuat identitas limbah B3, dokumen tempat penyimpanan dan dokumen pengemasan limbah B3. Rincian teknis penyimpanan limbah B3 tersebut akan menjadi bagian dalam dokumen UKL-UPL.
4.
Persetujuan teknis
pengolahan limbah B3
Pengolahan limbah B3 rumah sakit yang dilakukan melalui proses termal (insinerator) wajib memiliki Persetujuan Teknis Pengolahan Limbah B3 yang kewenangan penerbitannya merupakan kewenangan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Persyaratan permohonan Persetujuan Teknis Pengolahan Limbah B3 meliputi persyaratan administrasi, teknis, dan SDM yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan limbah B3. Persyaratan tersebut secara detil disebutkan dalam PP Nomor 22 Tahun 2021 pasal 347 ayat (2) dan PermenLHK Nomor 6 Tahun 2021 pasal 126 sampai dengan pasal 134. Sedangkan untuk baku mutu emisi insinerator mengacu pada Baku Mutu Emisi Pengolahan Limbah B3 dengan Cara Termal Melalui Insinerator pada Permen LHK Nomor 6 Tahun 2021 Lampiran XIV. Dan ketika pembangunan pengolahan limbah B3 (insinerator) telah selesai, maka akan dilakukan verifikasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai dasar untuk penerbitan Surat Kelayakan Operasional (SLO) pengelohan limbah B3 (insinerator)
Untuk aspek
operasional insinerator, jika mengutip hasil penelitian yang dilakukan I.G.A.B
Adiputra, dkk (2019) dengan judul “Kajian
Penggunaan Insinerator Untuk Mengelola Limbah Medis Padat di Denpasar”, dengan
lokasi penelitian di Rumah Sakit Wangaya, Denpasar, diperoleh bahwa :
-
Nilai investasi insinerator
Rp 6,7 milyar
-
Umur ekonomi alat
15 tahun
-
Kapasitas
pembakaran untuk sampah tercampur maksimal 45 kg/jam.
-
Biaya operasional insinerator
Rp 541 juta per tahun (biaya solar, listrik, gaji operator, biaya pemeliharaan)
-
Penggunaan insinerator
telah memenuhi persyaratan efisiensi >99,95% dan emisi gas buang telah memenuhi baku mutu
yang ditetapkan.
Kesimpulannya bahwa pengolahan limbah B3 padat rumah
sakit yang
dilakukan melalui proses termal (insinerator) adalah contoh salah satu solusi
untuk pengolahan limbah medis yang ramah lingkungan karena emisi gas buang dapat
memenuhi baku mutu dan biaya pengolahan yang lebih murah.