PENCEMARAN AIR DAN DAMPAKNYA BAGI
LINGKUNGAN
Oleh:
Ketut Puguhyasa, S.Sos
Pencemaran
Air menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi
dan atau komponen lain ke dalam air akibat kegiatan manusia, sehingga kualitas
air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi
sesuai dengan peruntukannya. Secara awam air tercemar dapat dilihat dengan
mudah, misalnya dari kekeruhan karena umumnya orang berpendapat bahwa air murni
itu jernih dan tidak keruh atau dari baunya yang menyengat hidung atau
menimbulkan gatal-gatal pada kulit. Air tercemar juga dapat diketahi dari
matinya atau terganggunya organisme perairan baik ikan, tanaman dan hewan-hewan
yang berhubungan dengan air tersebut.
Semakin besar volume limbah, pada
umumnya bahan pencemarnya semakin banyak. Hubungan ini biasanya terjadi secara
linier. Oleh sebab itu dalam pengendalian limbah sering juga diupayakan untuk
pengurangan air limbahnya. Kaitan antara volume limbah dengan volume badan
penerima juga sering digunakan sebagai indikasi pencemaran air. Perbandingan
yang mencolok jumlahnya antara volume limbah dan volume penerima limbah juga
menjadi ukuran tingkat pencemaran yang ditimbulkan terhadap lingkungan.
Sungai dianggap tercemar jika nilai
oksigen terlarutnya kurang dari nilai oksigen yang digunakan oleh kehidupan
air, terutama mikroorganisme dalam bentuk oksigen biokimia (BOD) bagi
pengurangan bahan-bahan organik di dalam air tersebut. Selain itu penyebab
pencemaran sungai adalah bertambahnya jumlah zat pencemar, baik toksik maupun
non toksik yang masuk ke badan sungai. Jumlah zat pencemar terbesar berasal
dari limbah domestik yang sebagian besar mengandung zat organik yang mudah
terdegradasi, serta kandungan nitrogen dan fosfat yang tinggi.
Menurut
Sastrawijaya (1991), limbah domestik adalah semua buangan yang berasal dari
kamar mandi, kakus, tempat cuci pakaian, cuci peralatan rumah tangga, apotek,
rumah sakit, rumah makan, dan sebagainya yang secara kuantitatif limbah tadi
terdiri atas zat organik, baik berupa padat atau cai, bahan berbahaya dan
beracun (B3), garam terlarut, dan bakteri, terutama golongan fecal coli, jasad
patogen, dan parasit. Definisi lain menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Limbah Domestik, air limbah
domestik merupakan air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegitan
pemukiman (real estate), rumah makan,
perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Air
buangan domestik secara historis telah memberi pengaruh yang sangat merugikan
bagi manusia dan lingkungannya, baik yang berkaitan dengan masalah estetika.
Bahan berbahaya yang ada di dalam air buangan domestik bisa saja terbawa oleh
aliran air ke sungai, danau, pantai, atau laut. Jika air buangan itu tidak terolah
sebelumnya, organisme patogennya bisa menimbulkan bahaya bagi penyediaan air
minum, orang yang mandi di sungai, kerang-kerang, dan sebagainya. Peningkatan
ukuran dan penduduk kota juga menyebabkan meningkatnya air buangan domestik,
dan jika air buangan ini masuk ke dalam sungai, maka akan terjadi peningkatan
polusi sungai. (Razif dan Yuniarto, 2004). Mukhtasor (2007) menyatakan air
limbah domestik lebih sulit dikendalikan dibandingkan air limbah industri,
karena sifatnya yang menyebar. Jumlah buangan domestik ditentukan oleh BOD yang
dihasilkan per orang per hari. Mara (1976)
menyatakan nilai BOD yang cocok untuk negara tropis
berkembang adala 40 gram/orang/hari.
Oleh
karena itu maka perlu kesadaran dari masyarakat khususnya masyarakat yang
tinggal di sekitaran kawasan sungai untuk tidak membuang limbah domestiknya ke
sungai. Dengan demikian maka kelestarian lingkungan sungai dapat terjaga.
Daftar Pustaka:
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No.112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Limbah
Domestik
Sastrawijaya,
A.T, 1991.Pencemaran Lingkungan. Bandung: Rineka Cipta
Mukhtasor.
2007. Pencemaran Pesisisr Dan Laut. Jakarta: Pradnya Pramita
Mara,
Duncan. 1976. Sewage Treatment In Hot Climates. Chinchester: John Wiley &
Sons