INTEGRITAS KEPEMIMPINAN PANCASILA DALAM MENDUKUNG BUDAYA ANTI KORUPSI PADA APARATUR SIPIL NEGARA
Oleh:
I Made Suwitra Yadnya, ST
Berdasarkan data statistik Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2024 terdapat 1681 tindak pidana korupsi
berdasarkan profesi/jabatan dari tahun 2004 hingga
tahun 2023, dimana yang berasal dari pejabat birokrasi pemerintahan pusat dan
daerah yaitu sebanyak 371 tindak pidana yang melibatkan Pejabat Eselon I hingga
Eselon IV. Selanjutnya anggota DPR dan DPRD yang terlibat korupsi sebanyak 344,
Kepala Daerah Gubernur sebanyak 25 dan Walikota/Bupati dan Wakil sebanyak 163
tindak pidana korupsi. Total tindak pidana korupsi berdasarkan profesi/jabatan
ini cenderung meningkat dari tahun 2020 hingga tahun 2023.
Perilaku korupsi pejabat birokrasi
pemerintahan pusat dan daerah ini tentunya berdampak terhadap proses
pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat, dimana Aparatur Sipil Negara
(ASN) sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang seharusnya menjadi ujung
tombak dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme, tetapi malah menjadi pelaku tindak pidana korupsi seperti yang
banyak terjadi pada saat ini.
Profesi sebagai ASN seharusnya memiliki akhlak dan budi pekerti yang baik, professional, dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, sebagai seorang ASN harus mematuhi kewajiban dan larangan PNS, serta janji/sumpah ASN pada saat diangkat menjadi CPNS maupun menduduki jabatan negara. Banyaknya ASN yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi tersebut menjadikan pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah untuk mencegah dan memberantas korupsi di segala bidang, sehingga terwujud pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (clean government).
Korupsi banyak terjadi pada profesi ASN
sehingga menjadi gangguan dan hambatan dalam pembangunan nasional. Perilaku
korupsi ini dapat mengganggu integritas ASN dalam menjalankan tugas dan fungsi
pokoknya dalam menyandang jabatan di lingkungan pemerintahan. Untuk melawan
perilaku koruptif tidak bisa hanya dengan diajarkan secara teoritis, melainkan
juga menanamkan nilai Integritas Kepemimpinan Pancasila dalam jiwa dan
mengaplikasikannya dalam organisasi.
Peranan pemimpin sebagai
sosok individu sentral dalam suatu organisasi, terutama dalam instansi
pemerintah yang digerakkan oleh ASN, sangat penting untuk menularkan sifat
integritas ini kepada staf bawahannya. Seorang pemimpin harus menjadi teladan
dan pionir bagi orang-orang di sekitarnya dalam meningkatkan kesadaran akan
bahaya korupsi serta berperilaku berintegritas yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila.
Sebagai ASN perlu mengamalkan
nilai-nilai anti korupsi dan senantiasa melakukan upaya-upaya pencegahan
terhadap tindak pidana korupsi.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana korupsi, mulai dari lemahnya pendidikan agama, moral dan etika, belum adanya sanksi yang tegas terhadap pelaku korupsi, serta tidak adanya sistem pengawasan yang efektif dan efisien. Hal ini berakibat kerugian bagi negara maupun diri mereka sendiri. Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang mampu menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (clean government), terhadap PNS yang terlibat korupsi, sanksi tegas berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) harus ditetapkan oleh PPK. Diperlukan komitmen PPK dalam pemberian sanksi, sehingga tercipta birokrasi dan aparatur yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu perlu penguatan pada fungsi pengawasan dan kontrol, serta pembinaan agama, moral, dan etika yang akan dapat membawa dampak positif bagi peningkatan profesionalitas pegawai ASN.
Sumber Gambar: https://www.penadigital.id/2023/09/pendidikan-antikorupsi-cegah-budaya.html