(0362) 3302024
dlh@bulelengkab.go.id
Dinas Lingkungan Hidup

MENGELOLA SAMPAH UPAKARA YADNYA SEBAGAI IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA

Admin dlh | 18 November 2024 | 885 kali

MENGELOLA SAMPAH UPAKARA YADNYA SEBAGAI IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA

Oleh:

Ketut Budiasa, SP

 

Di Bali, pulau yang dikenal sebagai Pulau Seribu Pura, sampah dari kegiatan upacara adat atau yadnya memiliki dua dampak yang signifikan: berkah dan masalah. Meskipun sampah upakara sering kali dianggap sebagai berkah karena menandakan intensitas praktik spiritual masyarakat, ada risiko sampah tersebut menjadi masalah serius bagi lingkungan jika tidak dikelola dengan benar. Sampah upakara dapat menjadi simbol kesadaran keagamaan yang tinggi. Semakin banyak sarana yang digunakan dalam upacara, semakin besar pula refleksi masyarakat terhadap nilai-nilai spiritual mereka. Namun, jika kesadaran keagamaan ini tidak diimbangi dengan kepedulian terhadap lingkungan, sampah upakara dapat berdampak negatif. Limbah yang tidak dikelola dengan baik berisiko melanggar prinsip-prinsip Tri Hita Karana dan menyebabkan pencemaran, baik di lingkungan rumah tangga maupun di tempat umum seperti pura.

Untuk mengatasi masalah sampah upakara, terdapat beberapa langkah yang bisa dijadikan pedoman dalam mengurangi limbah upakara yang dibawa ke TPA. Berikut adalah empat prinsip utama yang harus ditekankan:

1.       Kesadaran Lingkungan (Sundaram)

Mengacu pada konsep Tri Kaya Parisudha (berpikir, berkata, dan berbuat baik), masyarakat diharapkan menjadi teladan dalam menjaga kebersihan lingkungan. Sampah upakara biasanya dihasilkan di berbagai tempat upacara, termasuk halaman rumah, pura, jalan raya, sungai, dan pantai. Dengan kesadaran dan pengelolaan yang baik, sampah upakara tidak perlu menjadi beban bagi lingkungan.

2.       Memuliakan Ibu Pertiwi

Salah satu bentuk pemujaan paling sederhana adalah dengan menjaga kebersihan alam. Hal ini bisa dilakukan melalui tindakan sederhana seperti mengurangi penggunaan plastik, mendaur ulang, dan membuang sampah di tempat yang sesuai. Dengan menjaga lingkungan, kita menghormati alam sebagai sumber kehidupan dan memastikan kelestariannya bagi generasi mendatang.

3.       Mengurangi Penggunaan Sarana Upakara Anorganik

Mengurangi penggunaan bahan anorganik dalam sarana upacara membantu meringankan beban lingkungan. Misalnya, bahan-bahan yang ramah lingkungan seperti daun, bambu, dan material organik lainnya lebih mudah terurai dan didaur ulang. Penggunaan bahan alami ini tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan tetapi juga menghormati Ibu Pertiwi sebagai simbol kelestarian alam.

4.      Menggunakan Kembali Sisa Upakara

Menggunakan kembali sisa upakara yang masih layak merupakan langkah penting untuk mengurangi sampah. Misalnya, sarana upakara seperti "sanggah cucuk" atau "sampian" yang belum rusak dapat digunakan kembali setelah melalui proses pembersihan. Dengan menerapkan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle), masyarakat dapat mengurangi volume sampah dan menjaga keberlanjutan lingkungan.

Untuk mewujudkan pengelolaan sampah upakara yang lebih baik, beberapa langkah konkret dan kerja sama berkelanjutan dapat diterapkan, antara lain:

1.        Penerapan Teknologi Pengolahan Sampah Upakara

Seiring perkembangan teknologi, peluang untuk mengolah sampah upakara dengan teknologi sederhana semakin terbuka. Misalnya, sisa upakara organik dapat diolah menjadi kompos yang berguna bagi pertanian atau lingkungan sekitar pura. Pengelolaan sampah yang efektif ini bisa dilakukan di pura besar atau pusat lingkungan, dengan harapan hasil pengelolaan sampah dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

2.        Peningkatan Pengawasan dan Pemantauan Pasca-Upacara

Setelah upacara besar yang dilakukan di tempat umum, seperti pantai atau sungai, pemantauan kondisi lingkungan perlu dilakukan untuk memastikan tidak ada sampah yang tersisa. Relawan atau tim kebersihan yang bekerja sama dengan pengurus pura dan desa adat dapat membersihkan area tersebut. Langkah ini membantu menjaga kebersihan dan mencegah dampak lingkungan yang lebih parah.

3.        Kolaborasi dengan Pemerintah dan LSM Lingkungan

Masyarakat Hindu di Bali dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah atau LSM lingkungan untuk mendukung pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Kolaborasi ini dapat mencakup penyediaan fasilitas tempat sampah terpilah di area upacara, pelatihan daur ulang sampah, dan penyediaan bantuan teknis untuk mengelola limbah upakara secara lebih luas. Dengan dukungan ini, pengelolaan sampah upakara diharapkan lebih efektif dan berkesinambungan.

Upaya menjaga lingkungan dengan mengelola sampah upakara tidak hanya berdampak pada kebersihan alam, tetapi juga memperkuat nilai spiritual upacara itu sendiri. Dengan memuliakan Ibu Pertiwi dan menjaga Tri Hita Karana, masyarakat Hindu di Bali tidak hanya merayakan keyakinan mereka, tetapi juga menunjukkan kepedulian mereka terhadap alam sebagai sumber kehidupan yang harus dijaga dan dilestarikan. Implementasi dari langkah-langkah ini akan membantu mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan yadnya dan mengubah sampah upakara dari masalah menjadi berkah bagi semua.

 

Sumber gambar: https://www.balipost.com/news/2024/02/29/389804/Tumpukan-Sampah-Hari-Raya-Galungan...html#google_vignette