SUDAHKAH PENGELOLAAN SAMPAH BERJALAN
OPTIMAL?
Oleh :
Putu Agus
Suma Astawa, SE
Pertambahan jumlah penduduk yang
dibarengi dengan perubahan pola hidup masyarakat
lebih konsumtif, tidak dapat
dipungkiri berdampak pada kualitas lingkungan, khususnya terhadap timbulan
sampah, dengan asumsi setiap individu menghasilkan sampah 0,5 kg/orang per hari
(SNI No. 39831995) dan 20% sampah dari fasilitas umum. Semakin
tinggi jumlah penduduk, semakin banyak jumlah sampah yang dihasilkan.
Perkembangan industri dan teknologi juga dapat membawa dampak negatif salah
satunya menambah volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam.
Pengelolaan sampah merupakan
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. (UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah) Penyaluran sampah yang banyak ditemui terdiri dari proses pengumpulan
sampah dari permukiman atau sumber sampah lain, pengangkutan sampah untuk
dibuang di Tempat Penampungan Sementara (TPS), dan proses terakhir yaitu
pembuangan di Tempat Pemrosesan Akhir. Permasalahan pengelolaan sampah yang ada
di Indonesia dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu tingginya jumlah sampah
yang dihasilkan, tingkat pengelolaan pelayanan masih rendah, TPA yang terbatas
jumlahnya, institusi pengelola sampah dan masalah biaya. Kesadaran masyarakat
akan sampah dan pentingnya menjaga lingkungan juga masih rendah sehingga dapat
membawa masalah yang baru seperti banjir. Masalahnya,
pengelolaan sampah selama ini juga belum sesuai dengan metode pengelolaan
sampah yang berwawasan lingkungan.
Pengelolaan sampah selama ini juga belum sesuai dengan metode pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Sebagian besar pengelolaan sampah TPA di Indonesia menggunakan metode open dumping dan landfill, namun ada juga metode lain yaitu pembuatan kompos, pembakaran, pemilahan, dan daur ulang meskipun tidak banyak digunakan. (Winahyu dkk, 2013) Metode open dumping adalah metode yang paling sederhana, sampah dibuang di TPA begitu saja tanpa perlakuan lebih lanjut, sedangkan metode landfill yaitu sampah diratakan dan dipadatkan dengan alat berat dan dilapisi dengan tanah. Kedua metode tersebut kurang ramah lingkungan karena berpotensi terjadi pencemaran pada air tanah dan juga pencemaran udara. Menurut Purwanta (2009) TPA berpotensi menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan gas yang mendominasi adalah CH4 (Metana), CO2 dan N2O. Hal tersebut mengakibatkan diperlukan adanya inovasi dalam pengelolaan sampah sehingga sampah tidak hanya menumpuk di TPA yang tapi juga dimanfaatkan untuk kepentingan lain.
Permasalahan mengenai sampah adalah masalah nasional sehingga dalam pengelolaannya harus dilakukan secara komprehensif. atas kerjasama dari berbagai pihak. Pemecahan masalah mengenai pengelolaan sampah memerlukan kerjasama dari berbagai stakeholder mulai dari pemerintah hingga masyarakat sendiri. Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan juga harus ditingkatkan, salah satunya seperti tidak membuang sampah sembarangan, melakukan pemilahan sampah dan meminimalisir penggunaan sampah plastik dengan menggunakan produk reuseable juga dapat membantu pihak-pihak berwenang dalam pengelolaan sampah. Sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber, sampah sudah harus dikelola dari sumbernya yaitu dikelola dari rumah tangga itu sendiri. Akan tetapi mulai dari diterbitkannya peraturan ini, sampah yang masuk ke TPA masih sampah campuran yang belum ada pemilahan. Segala upaya sudah dilakukan, dengan melaksanakan penyuluhan-penyuluhan ke desa/kantor, dan juga ke sekolah-sekolah. Pertanyaannya, Apakah implementasi dari pelaksanaan Peraturan Gubernur tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber sudah terlaksana secara Optimal??? (lanjut ke bagian kedua)