MENJAGA LINGKUNGAN DENGAN KONSEP TRI HITA KARANA
Oleh:
Gede Ardana
Bali merupakan sebuah pulau yang terletak digaris katulistiwa dengan iklim tropis,
dua musim,
yaitu musim kemarau dan musim hujan. Selain itu, Bali juga dinobatkan sebagai
pulau seribu pura dan kawasan pariwisata dengan keindahan kawasan
dimasing-masing daerah khususnya kawasan taman seperti Desa Penglipuran
Kintamani Bangli, Taman Tirta Gangga Desa Ababi Karangasem, Taman Kertha
Gosa Klungkung, Pulau Menjangan Buleleng dan masih banyak lagi di Kabupaten
lainnya. Namun hal ini tidak bisa diantisipasi kelestariannya jika keberadaan
sumber daya air, tanah, dan lahan tidak terjaga dengan baik dalam arti semakin
menurunnya daya dukung lingkungan sebagai akibat bertambahnya penduduk, adanya
pergeseran pola hidup dan dampak dari kegiatan pembangunan. Adanya fenomena
yang menunjukkan bahwa manusia memanfaatkan sumber daya alam dengan mengeksploitasi
dan memanfaatkan sumber daya dengan cara yang tidak bijaksana menyebabkan
kondisi sumber daya menjadi rawan serta menjadi ancaman bagi kehidupan manusia, seperti
bencana banjir, tanah longsor, erosi, polusi dan sebagainya. Oleh karena itu,
keberadaan sumber daya manusia menjadi penentu terhadap kondisi lingkungan
hidupnya, baik secara individu maupun secara kolektif melalui suatu sitem
kelembagaan seperti banjar, desa pekraman, subak, dan sebagainya. Untuk itulah
perlu adanya tuntutan tentang keseimbangan hidup yang bersumber dari kearifan
lokal yang disebut Tri Hita Karana (THK).
Dalam
filosofi THK yang artinya tiga penyebab keharmonisan/kebahagiaan bahwa hakekat THK adalah sikap
hidup yang seimbang diantaranya hubungan harmonis
dengan
Tuhan (Parahyangan),
hubungan harmonis dengan manusia (Pawongan) dan hubungan harmonis dengan alam (Palemahan). Dalam
filosofi palemahan, dimana kita berpijak maka disana kita harus menjaga
kebersihan serta kelestarian lingkungan dengan tidak membuang sampah
sembarangan. Mengembangkan kasih sayang pada alam atau lingkungan itu merupakan ajaran tentang
keseimbangan hidup manusia, baik untuk menata kehidupan sekarang maupun untuk
menata kehidupan yang akan datang. Ajaran keseimbangan hidup menuntun manusia
agar memperoleh kehidupan yang aman, nyaman, dan sejahtera. Dalam uraiannya tentang THK
menjelaskan, bahwa umat Hindu telah melaksanakan ajaran THK, tetapi apa yang
telah dilaksanakan belum sesuai dengan konsepnya, atau sudah melaksanakan tetapi hanya
sebagian kecil saja, sementara yang dilanggar justru lebih banyak. Pelanggaran
yang paling parah adalah pada unsur palemahannya yaitu yang menyangkut hubungan
manusia dengan alam lingkungannya.
Tri Hita Karana
(THK) merupakan salah satu kearifan lokal Masyarakat Bali, tiga penyebab hubungan harmonis ini adalah warisan
nenek moyang (para leluhur) yang berbasis Hinduitis. Tri Hita Karana sudah menjadi pegangan
dan pandangan hidup Masyarakat Bali sejak dulu kala, namun belum diketahui
secara pasti kapan dan di mana dimulainya. Sebagaimana kita tahu bahwa ketiga hubungan harmonis
ini sangat perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari karena kita sebagai
manusia lengkap memiliki Tri Premana (Bayu, Sabda dan Idep) yang merupakan kelebihan dari makhluk hidup
lainnya, yaitu memiliki kemampuan berpikir. Dalam
konsep THK ini manusialah yang
menjadi
titik sentral sekaligus subjek dalam implementasi THK dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam pengelolaan lingkungan yang disebutkan dalam
palemahan telah merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan
perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada Bab I disebutkan bahwa yang dimaksud
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Lebih
lanjut dinyatakan pula bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan
hidup. Selanjutnya dijelaskan pula tentang pencemaran lingkungan hidup adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat
tertentu, yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. Menyadari
akan hal tersebut, maka Masyarakat Bali seharusnya lebih bijaksana dalam mengelola
lingkungan hidup mulai dari lingkup yang paling kecil, yaitu lingkungan
keluarga, banjar, desa pakraman sampai ke tingkat daerah dan Provinsi Bali. Di masing-masing
desa pakraman sesungguhnya dalam rangka implementasi falsafah THK sudah
diperkuat atau dibentengi dengan landasan hukum atau tata aturan baik berupa
pasuara, pararem, maupun awig-awig. Hanya saja sejauh mana kesadaran masyarakat
mematuhi tata aturan tersebut masih perlu dipertanyakan dan dikaji lebih lanjut. Contoh yang paling sering dialami adalah masalah sampah.
Sampah merupakan masalah
bagi semua manusia, negara, bahkan dunia. Akan tetapi, bila
tidak ditangani
dengan baik dan tanpa didukung oleh kesadaran yang tinggi oleh semua lapisan
masyarakat maka akan menjadi masalah yang sangat serius dikemudian hari. Banyak usaha
yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah, misalnya melalui program Bali Clean and Green, himbauan pemilahan
sampah plastik dan sampah organik, kerjasama dengan perusahan pendaur ulang
sampah plastik, himbauan kepada para pedagang, toko, dan pasar swalayan untuk
mengurangi penggunaan tas plastik
sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah
Plastik Sekali Pakai dan
Peraturan Gubernur Bali No 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis
Sumber. Namun hal ini belum ampuh untuk
memerangi pencemaran sampah plastik yang ada di Bali. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran kita dalam
menjaga lingkungan khususnya dibidang kebersihan, keasrian, kerindangan,
keindahan serta pengelolaan sampah plastik masih kurang.
Alam Bali
memiliki daya tarik tersendiri, karena alam Bali terdiri dari taman pantai dan
taman pegunungannya yang begitu indah. Pantai Kuta, Pandawa, Nusa Dua, dan
Pantai Sanur masing-masing memberikan kesan tersendiri walaupun sama-sama
memiliki keindahan dengan pasir putihnya. Pantai Suwung, Benoa, dan Pesanggaran
memiliki daya tarik tersendiri pula karena keindahan taman mangrovenya. Demikian pula halnya pada
taman pantai yang lainnya seperti Pantai Purnama, Pantai Saba, Pantai Masceti,
Pantai Goa Lawah, Pantai Sengkidu, Pantai Candi Dasa, Pantai Tulamben, Pantai
Lovina, Pantai Rambut Siwi, Pantai Tanah Lot, Pantai Gangga, dan yang lainnya
semuanya memiliki daya tarik masing-masing. Demikian pula taman pegunungannya
yang merupakan barisan pegungunan
di bagian tengah sedikit ke utara pulau Bali berjajar dari arah timur ke barat
seperti: Pucak Lempuyang, Gunung Agung, Gunung Abang, Gunung Batur, Pucak
Panulisan, Pucak Mangu, dan Gunung Batukaru serta beberapa perbukitan lainnya
yang pada masing-masing pucaknya dibangun tempat suci (pura) sebagai tempat
pemujaan Tuhan dengan berbagai manifestasinya. Demikian pula taman Danau Batur,
Danau Beratan, Danau Buyan, dan Danau Tamblingan memiliki daya tarik tersendiri
untuk dinikmati keindahan alamnya. Tidak kalah menariknya keindahan alam yang
ada di Taman Air Terjun Gitgit (Buleleng), Air Terjun Nungnung (Petang,
Badung), dan Air Terjun Pagenungan (Gianyar). Masing-masing taman alami
tersebut memiliki keunikan fisiografi dan diperkaya oleh kekhasan flora dan
faunanya.
Kesimpulan yang bisa ditarik dalam implementasi
THK dalam pengelolaan lingkungan hidup di Bali belum sepenuhnya terlaksana
dengan baik. Oleh karena itu, masih perlu disosialisasikan kepada seluruh
lapisan masyarakat lewat berbagai media yang ada sehingga tingkat kesadaran
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan bisa terwujud. Selain itu, disarankan kepada
pihak pemerintah dan lembaga-lembaga yang terkait agar lebih menggalakkan
penyebaran informasi atau mensosialisasikan nilai-nilai Tri Hita Karana kepada
seluruh lapisan masyarakat, utamanya kepada para generasi muda penerus bangsa,
agar tingkat kesadarannya semakin meningkat sebagai gerasi muda yang arif dan
bijaksana untuk menjaga kelestarian, keindahan, dan kenyamanan lingkungan. Disarankan pula kepada
pemerintah dan pihak yang berwenang agar menegakkan peraturan perundang-undangan
termasuk awig-awig yang ada secara tegas dan konsekuen agar masalah pencemaran
lingkungan
dapat diminimalisir.